Perilaku Konsumen Online di Tahun 2022

Tahun 2022, Seperti Apa Perilaku Konsumen, Serta Apa yang Mereka Inginkan dari Para Brand ?

Kami akan mencoba mengulas munculnya beberapa perilaku baru konsumen serta apa yang mereka prioritaskan dimasa kini sehingga dapat menjadi input untuk startegi pemasaran berbagai industry agar tetap dapat relevan di tahun ini. Semoga mencerahkan…

Analisis Awal
Dampak yang begitu besar dari pandemi telah merubah serta mempengaruhi banyak hal , dan kini telah melahirkan suatu tingkatan emosional baru. Muncul berbagai kelompok pelanggan dimana yang satu sama lainnya memiliki sikap bertolak belakang (kontradiktif) dan keduanya kian bertumbuh.Lantas bagaimana sikap para brand dalam mengadopsi berbagai sudut pandang agar tetap dapat relevan di zaman yang serba cepat ini ? Mari kita tengok dulu sekilas hal-hal pendasarnya.

Pertumbuhan tipe pelanggan yang cukup kontradiktif satu sama lain ini disandarkan pada dua kepentingan besar , yaitu hasrat memiliki  akan suatu barang dan jasa berbanding dengan loyalitas dan kepekaan sosial. Dua hal inilah yang akan membentuk wajah-wajah baru perilaku kelompok para konsumen ditahun ini .

Para brand yang terdampak macet nya “supply chain” ditambah dengan terjadinya inflasi mengakibatkan beberapa kenaikan harga perlu dilakukan, hal ini sangat masuk akal pada benak brand, lalu dibenak konsumen sisi kesadaran akan kesehatan diri serta orang-orang disekitarnya kian tertanam dan menjadi prioritas yang paling utama, hal inilah yang mempengaruhi pemikiran konsumen dan cara mereka menentukan sikap atas pembelian. Kian hari para konsumen semakin menuntut para brand untuk lebih mengerti keinginan mereka. Ditambah fenomena “consumer stake holder” kian berkembang di tahun-tahun ini dan berbengaruh kepada sikap dan tuntutan para konsumen terhadap brand untuk lebih menempatkan keinginan dan harapan konsumen diatas segalanya.

Lantas perilaku apa saja yang tercipta , dan bagaimana industri harus meresponnya ? untuk itu kami telah merangkum 4 kategori konsumen serta perilaku mereka dalam menetukan keputusan pembelian. Berikut pemaparan nya :

1.”Caring Economy” Mindset Shoppers
Kelompok-kelompok konsumen baru dengan mindset “caring economy” kian bertumbuh, yaitu kelompok yang menuntut bahwa pertumbuhan ekonomi beserta para pelaku industri didalamnya harus  berbasis pada masa depan, yaitu kelestarian alam, kesetaraan gender, keadilan social-ekonomi serta kepedulian terhadap anak dan manula. Namun disaat yang sama kelompok-kelompok yang tidak perduli akan hal tersebut tetap menjadi mayoritas.Hal inilah yang menjadikan kian besar nya “Gap” antara motif serta tindakan yang harus diambil oleh para brand, dan harus berhati-hati agar tak salah memberikan umpan pada “kolam” yang tidak tepat sehingga memicu berkurangnya loyalitas dari audience di kategori ini.

Tugas para brand untuk memotivasi serta memberikan rangsangan para konsumen dikategori ini untuk ikut serta dan bersama-sama memikirkan pertumbuhan ekonomi serta perilaku bisnis dengan cara-cara yang mengedepankan masa depan dan kehidupan yang berkelanjutan.

2.”Hybrid” Shoppers

Macetnya “supply chain” selama pandemic cukup mengganggu jalur penjualan, dengan banyaknya kekosongan barang serta naiknya harga produksi karena inflasi dan kelangkaan menambah kacaunya jalur penjualan menciptakan perilaku baru orang-orang yang berfokus pada kecepatan akan pemenuhan kebutuhannya, yaitu para “hybrid Shoppers”

Dihadapkan dengan lebih banyak opsi dan saluran, para Hybrid Shoppers mencari cara alternatif untuk mendapatkan barang yang diinginkan, meniadakan loyalitas sebelumnya , dan memberi tekanan pada merek langganan mereka.

Perilaku pembeli yang berkembang sejak tahun 2020 ini dipicu oleh persaan konsumen yang semakin bosan dengan kekurangan produk dan waktu tunggu yang lama dan semakin bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan seketika saat mereka menginginkannya. Pada Oktober 2021, Adobe Analytics melaporkan bahwa lebih dari 2 miliar notifikasi kehabisan stok telah muncul di daftar produk situs –situs online, meningkat 172% dibandingkan Januari 2020 (data US). Hal ini berdampak pada kepercayaan dan loyalitas konsumen. Brand dituntut perlu mempercepat layanan pemenuhan omnichannel dan membuat pembeli senang, karena “beli di mana saja, dari siapa saja” menjadi paradigma baru.

Dengan kondisi demikian konsumen segmen ini akan mencari keinginannya di berbagai saluran dan platform bahkan beralih merk apabila diperlukan, memilih cara belanja campuran yang mentitikberatkan pada kecepatan kontak dan opsi pemenuhan keinginan mereka. Dari aplikasi seluler dan marketplace hingga toko, media sosial, ataupun situs penjualan kembali barang second, mereka akan membeli dari mana saja dan memilih pengiriman apa pun yang cepat dan terjamin.

Menurut laporan dari Mercari, tiga dari empat konsumen AS berencana membeli setidaknya satu barang bekas untuk menghindari masalah lambatnya ketersediaan pesanan akibat macetnya rantai pasokan selama liburan akhir tahun 2021, hal ini mengakibatkan lonjakan pendapatan penjualan kembali barang bekas (thrifting) senilai $7 miliar.

Ultra-value Seekers

Melanjutkan tahun 2021dimana muncul kelompok “pendukung kesadaran penghematan”, konsumen ini akan lebih hemat pada tahun 2022, memperhitungkan nilai di setiap sisi. Menghadapi masa depan dengan belum adanya kepastian pertumbuhan yang signifikan dan dengan inflasi serta kemacetan pasokan yang menyebabkan kenaikan harga, mereka akan sangat tertarik pada penawaran dan promosi produk.

Perilaku: terlepas dari dunia yang bermasalah, belanja konsumen naik pada tahun 2021, didorong oleh stimulus pemerintah, keinginan yang terpendam, dan karena kebosanan tinggal di rumah. Saat kita memasuki 2022, pendulum berayun kembali ke arah lain, dengan bantuan stimulus dari pemerintah yang mulai hilang dan belanja liburan berakhir. Inflasi AS mencapai level tertinggi dalam 30 tahun pada Oktober 2021, meningkat 6,2% dibandingkan tahun 2020, sementara biaya barang-barang seperti elektronik, pakaian, dan furnitur akan melonjak lebih dari 10% tahun 2022 ini, dengan penjual tradisional berbiaya rendah termasuk IKEA menaikkan harga. Ini berarti konsumen kategori ini akan menggandakan penghematan untuk jangka panjang. Survey menyebut lebih dari dua kali lipat jumlah pembeli yang mengatakan mereka berencana untuk menghemat lebih banyak uang dalam lima tahun ke depan dibandingkan survey tahun 2020, sementara lebih dari 50% dalam survei PwC global mengatakan mereka menjadi lebih sadar harga pada tahun 2021.

Prioritas, harga yang tinggi akan mendorong lebih banyak konsumen kategori ini untuk memilih opsi yang lebih murah dan hal lebih penting serta mengarah pada penentuan ulang prioritas pembelanjaan. Sudut pandang konsumen ini adalah tentang penghematan / pembelian cerdas dan menemukan produk dengan harga rendah yang tidak mengurangi kualitas, para value seekers ini  memprioritaskan diskon besar, serta mengurangi jumlah barang yang mereka beli dan berpindah ke merek private label yang lebih murah.

Viral Shoppers

Saat pembelian atas platform social kian meningkat , begitupun “viral economy” berbahan bakar energy komunitas dari kalangan Gen Z yang begitu dominan berbelanja dengan pengaruh platform Tiktok. Mereka begitu memperdulikan penilaian social serta dari siapa mereka membeli sesuatu. Hal yang mereka nilai sangat berarti dalam hubungan interaksi mereka, serta  “figure seseorang” sangat menjadi dasar keputusan.

Campaign #TikTokMadeMeBuy sukses menghasilkan kelompok baru pembeli viral yang beralih ke aplikasi ini untuk mempromosikan, menemukan, dan membeli item paling tren. Dengan social commerce yang akan tumbuh tiga kali lebih cepat dari e-commerce dalam empat tahun ke depan ini, berhasil membentuk kelompok dengan pola konsumsi online yang baru.

Dengan satu miliar pengguna aktif bulanan, TikTok mendencipta ulang “customer journey” dalam keputusan pembelian. 74% pengguna mengklaim itu membantu mereka dengan keputusan pembelian mereka dan 67% mengatakan itu membantu mereka mempelajari lebih lanjut tentang suatu merek atau produk. Tiktok melampaui Google sebagai situs paling populer pada tahun 2021, konsumen mengandalkan halaman rekomendasi untuk memandu mereka menuju item terpanas saat ini, fenomena #TikTokMadeMeBuyIt, memiliki lebih dari 8 miliar views.

Para muda-mudi yang mengejar pengaruh ini sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat di TikTok. Data 2021 menunjukan 36% Gen Z membeli sesuatu yang mereka lihat di aplikasi ini, sementara 83% menggunakan platform ini untuk mencari ulasan produk, kemudian membelinya.

Prioritas: viral shoppers tidak suka brand menjajakan dan menawarkan produk kepada mereka, melainkan mereka ingin melihat kepada para mikro-influencer dan conten-creator untuk mendapatkan inspirasi. Mengejar tren dan menemukan hal atau merek baru adalah prioritas utama, brand di segment market ini dapat merekayasa viralitas secara organik dan mendorong lonjakan penjualan dalam prosesnya. Pembeli viral shoppers ini 1,7x lebih mungkin untuk membeli di TikTok daripada platform media sosial lainnya dan pada tahun 2022 diharapkan customer journey yang kian mulus membawa mereka dari video viral ke checkout hanya dalam hitungan detik. Hal ini ditunjang dengan TikTok Shopping yang diluncurkan pada akhir 2021, memungkinkan penjual untuk menambahkan etalase, tautan produk, iklan yang dipersonalisasi dan bertarget, serta acara live. Integrasi ini membantu penjual menjangkau pelanggan baru dan meningkatkan penjualan diaplikasi ini.

Itulah beberapa perilaku konsumen yang tercipta di tahun 2022 yang mampu kami petakan, semoga dengan adanya pembahasan ini setiap brand mampu menentukan target market yang tepat serta mengambil langkah dan feedback yang sesuai agar senantiasa relevan dengan market serta kondisi terkini.

Referensi sumber :
WGSN – Shopper Forecast 2022
Research.american.edu – careworkeconomy 2021
Mercari – Study Shows Americans Considering Secondhand Amidst Supply Chain Issues this Holiday Season, 2021
WGSN – affordability advocates

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *